Rabu, 08 Agustus 2012
16.09
Diposting oleh
Dream Writer
Waktu
semakin gesit saja melaju. Padahal dia selalu konstan. Manusialah yang terlalu
lambat. Prinsip ini mematuhi hukum fisika. Ramadhan menyusut. Ramadhan ini
adalah ramadhan ke-enam yang telah saya lalui di Makassar. Ramadhan yang
mendewasakan, ramadhan yang selalu mengajarkan nilai-nilai ketakwaan.
Sudah
menjadi kelaziman, saya baru akan pulang bila menjelang hari raya. Kebiasaan
itu telah saya lakukan sejak enam tahun terakhir. Banyak hal yang melansir
kebiasaan itu, salah satu faktanya adalah bila saya terlalu cepat pulang, maka
otomatis saya akan dapat jadwal mengisi acara masjid di kampung. Kadang-kadang,
bila saya mengiyakan saya akan mencoba member ceramah di depan banyak umat
muslim itu.
Kamis, 02 Agustus 2012
12.15
Diposting oleh
Dream Writer
Tiada menyangka saya telah hadir di sebuah hutan yang
setahun terakhir saya me-mimpi-kannya. Di penghujung tahun 2011 saya telah
membuat rencana kecil untuk melakukan pendakian gunung Bawakaraeng yang
familiar di telinga masyrakat Sulsel. Memang saya bukanlah seorang pecinta alam
yang tergabung dalam sebuah wadah atau komunitas. Saya independen. Melakukan
sebuah perjalanan atau pendakian bukan untuk sebuah tujuan, murni hanya untuk
melakukan perjalanan.
Keinginan mendaki gunung Bawakaraeng tak mewujud. Berselang
tiga bulan kemudian setelah rencana itu, nyatanya saya telah berada di puncak
perbukitan daerah perbatasan Kabupaten Pangkep dan Kabupaten Barru. Pendakian
yang tak terlupakan sekaligus pendakian yang tak terencanakan. Hari itu, saya
dan beberapa kawan hanya berniat mengobservasi sebuah kawasan perkemahan di
lereng hutan lindung pemerintah Pangkep. Intinya, kami tersesat dan itu
menyenangkan. Sedikitpun saya tak menyesalkan kejadian itu. Saya merasakan
sensasi mendaki gunung yang telah lama mengendap di relung memori jaman SMA.
Hari itu, saya seolah kembali ke masa lalu. Lelah dan belelah-lelah. Apalagi
hujan mengguyur deras. Seluruh tubuh seketika dingin tanpa perlawanan.
Selasa, 31 Juli 2012
07.39
Diposting oleh
Dream Writer
Suatu malam saya menjadi sangat gelisah, ribuan imajinasi
menggelantung di pelupuk mata saya. Sudah jam 3 pagi, dan saya sudah
berbaring kurang lebih 3 jam di alas tidur. Hasilnya mata terpejam,
sedang fikir melihat kelam. Saya betul-betul gelisah.
Malam
itu saya tak pernah merasa alam bawah sadar saya beraksi hingga adzan
subuh terdengar tegas memanggil dari masjid. Saya tak menjumpai
gelombang beta menidurkan imajinasi. Setelah subuh yang masih menyisa
dingin itu, saya enggan tertidur.
Bayangan itu ternyata
adalah ketakutan, imajinasi itu adalah kesepian yang mengancam, kelam
itu ternyata adalah harapan yang tersandera. Malam itu, benar-benar saya
tak mampu "mengandai".
Kebebasan saya menjadi sebuah omong kosong. Hak asasi saya terbelenggu oleh ilusi. Itulah kegelisahan.
Hingga
pagi menyerbu gelap yang tersisa di sudut ruang, saya masih terbaring
"gelisah". Tak ada definisi untuk kejadian itu. Ingatan membuatnya
terkunci rapat dalam ruang memori. Semuanya telah terjadi, dan jangan
menyesal!
Selasa, 08 Mei 2012
10.28
Diposting oleh
Dream Writer
*****
Suatu waktu aku duduk menyilang di jumat berkah mencoba meraba diriku dengan tegun. Menunduk saat menatap diri mencari titik tumpuh. Di surau itu aku melemah tak mampu kuat. Dulu saat aku tak punya mimpi tak pernah aku bergolak batin sekeras ini. Akhirnya aku harus hidup terlantar, mengelana bersama banyak kebiasaan buruk.
Aku belum sampai pada sebuah keputusan untuk berpindah. Jalan ini belum berderang dan aku butuh lilin penerang untuk melangkah. Di tempat ini kudapat mengingat mati. Di usia muda penuh misteri tak banyak cara membela diri. Kecuali kembali ke surau itu menengadakan kepalaku. Meminta keteguhan.
Mungkin Jumat telah berlalu, tapi aku belum maju. Beberapa saat otakku kudiamkan. Hatikulah yang berinteraksi dengan dengan sejuta firasat. Aku masih diselimuti banyak tanya “dimana aku menyimpan kaki dan tangan ini?”
*****